Senin, 06 Mei 2013

9 Summers 10 Autumns, Ketika Kerja Keras Berbuah Manis Untuk Keluarga


     Untuk pembaca buku yang sudah membaca novel karya Iwan Setyawan yang berjudul sama dengan filmnya, pasti penasaran dengan hasil "visualisasi novel ke dalam film" walaupun sebenarnya buku dan film adalah produk yang berbeda. Tak mungkin semua kejadian dalam buku sekian ratus halaman dimasukkan dalam film yang "hanya" 120 menit.

     Ternyata film ini tidak seperti pada film pada film adaptasi novel pada umumnya yang menuai kritik karena perbedaan jauh antara film dengan buku. Film ini dikemas dengan apik oleh sutradara Ifa Isfansyah dengan pemain utama Ihsan Tarore sebagai bayek, Alex Komang sebagai bapak, dan Dewi Irawan sebagai Ibuk.
    Bayek sebagai anak laki-laki satu-satunya dari lima bersaudara di keluarga ini menjadi harapan besar bapaknya agar bisa menjadi kuat dan tangguh, sama seperti cerita kita sehari-hari yang menjadi anak lelaki pasti dididik dengan keras. Adanya seorang ibu yang menjadi pelindung bayek dan keempat kakak-adiknya yang lain, dan 4 anak yang lain membuat interaksi keluarga di film ini begitu hangat. Walau sang bapak berwatak keras, ada hal-hal yang ditunjukkan bapak sebagai tanda sayang pada anaknya seperti membeli sepeda BMX untuk bayek.
    Si bayek yang pemalu saat kecil ditunjukkan saat SD yang tidak mau ditinggal ibunya saat sekolah, dan merasa malu karena tidak punya hal yang dimiliki temannya, hal inilah yang membuat bayek belajar keras di tengah malam karena dirumahnya tak ada kamar, kata Bayek,"aku tak takut hantu buk,tapi takut miskin."
   Ada hal unik saat bayek terpilih menjadi pewakilan sekolah dalam porseni, ternyata ada siswi bernama Yanti ikut jadi peserta nyanyi yang kita kenal KD jebolan Asia Bagus.
   Detil film ini sangat rapi disusun sesuai jamannya, ada tv hitam putih, uang jaman dahulu, pakaian yang digunakan pemain membuat kita seperti dibawa mesin waktu ke tahun 80an, 90an menuju tahun sekarang. Salut!
   Belajar keras merupakan satu-satunya cara Bayek untuk meraih impiannya, demi keluarga. Hingga saat sekolah rangking 1, diterima kuliah di IPB tanpa tes, lulus kuliah sebagai mahasiswa terbaik F-MIPA hingga bisa menjadi direktur perusahaaan Nielsen di New York merupakan jalan Tuhan yang tak pernah ia impikan sebelumnya, tapi berkat kerja keras, dukungan keluarga ia bisa membawa hidup keluarganya ke tingkat yang  lebih baik dari sebelumnya.
    Setelah 10 tahun ia merantau di kota New York, panggilan hatinya ingin kembali pulang ke tanah air, ingin bersama keluarga ke tanah kelahirannya di Batu,Malang.
    Saya setuju bahwa pendidikan ialah hal terbaik yang bisa memperbaiki harkat dan martabat manusia, dan Iwan Setyawan telah membuktikan bahwa anak supir angkot bisa sukses di New York dengan kerja keras dan motivasi untuk membahagiakan keluarga.
     Nasihat yang penting dalam film ini: "Kita tidak bisa memilih masa kecil kita, tapi masa depan kita yang bisa melukiskannya". Film yang sangat direkomendasikan untuk generasi muda agar berpikir bahwa " Tidak ada sukses secara instan, harus mengalami proses seperti untuk menghasilkan permata yang bersinar" 

@ferryjr
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...